KEBIJAKAN, HUKUM DAN
REGULASI DI BIDANG DIGITALISASI PENYIARAN TELEVISI DAN RADIO
Kondisi Objektif
Kebijakan Penyiaran
Ketika adanya migrasi
sistem siaran dari analog ke digital, pemerintah sudah melakukan rangkaian
studi dan mengeluarkan berbagai macam kebijakan, terutama kebijakan yang
dikeluarkan melalui Peraturan Menteri. Namun, secara substansial Peraturan
Menteri yang mempunyai implikasi serius adalah Peraturan Menteri No. 22 Tahun
2011. Permen ini sudah mendapatkan perhatian dan fokus kajian, hal ini
dikarenakan oleh implikasi dari Peraturan Menteri No. 22 Tahun 2011 ini cukup
serius bagi penyelenggaraan penyiaran televisi digital yang ada di
Indonesia. Selain itu, Permen ini juga
mengatur beberapa hal yang belum diatur dalam Undang-Undang Penyiaran. Sehingga
adanya dualitas regulasi, antara lain adalah regulasi penyiaran analaog yang
diatur dalam Undang-Undang Penyiaran No. 32 Tahun 2002 dan Penyiaran Digital.
Sesuai dengan perundang-undangan di Indonesia, Permen merupakan petunjuk teknis
atas peraturan Undang-Undang di atasnya. Akan tetapi, pada Peraturan Menteri
No. 22 tidak berjalan seperti itu, Permen ini merepresentasikan diri sebagai
peraturan baru dalam penyelenggaraan digitalisasi penyiaran televisi di
Indonesia,
Perkara mengenai digitalisasi
penyiaran adalah perkara yang kompleks, hal ini yang menyebabkan adanya
perdebatan publik dan parlemen sebagai representasi rakyat yang menjadi pemilih
sah suatu frekuensi. Kebijakan digitalisasi televisi akan memiliki implikasi
ekonomi politik dan sosial budaya yang serius, antara lain yaitu:
1. Digitalisasi
penyiaran memberikan efisiensi dalam penggunaan frekuensi. Hal ini yang
menjadikan satu frekuensi hanya dapat digunakan oleh satu siaran analog dan
dapat berlipat ganda.
2. Media
dipandang sebagai institusi penting dalam masyarakat modern.
Dalam Peraturan Menteri No. 22, terdapat simbiosis
otoritarianisme politik dan modal, yaitu:
-
Tujuan umum
Permen No. 22
memiliki 9 bab dan 22 pasal. Pokok-pokok yang diatur dalam Permen ini adalah
Penyelenggaraan Penyiaran, Pembagian Wilayah dan Zona Layanan, Perizinan,
Industri atau Komponen dalam Negeri, Pelaksanaan Penyiaran Digital, Evaluasi
dan Pengawasan Penyelenggaraan Penyiaran Digital, dan Sanksi-sanksi.
-
Paradigma Permen
sebagai Simbiosis Otoritarianisme Politik dan Kapital
Paradigma Permen ini
berfungsi sebagai tolok ukur apakah digitalisasi penyiaran menurut Peraturan
Menteri bersifat demokratis atau otoriter. Tolok ukur tersebut dibagi menjadi
tiga, yaitu: saluran siaran digital harus tersedia secara adil bagi semua
orang, terdapat keseimbangan antara lembaga penyiaran publik atau komunitas dan
swasta, dan model usaha menjamin
kesetaraan untuk semua orang dan menghalangi adanya monopoli dan oligopoli.
PETA PERSOALAN DI SEPUTAR ISU GLOBALISASI
- Karakter dan Kesiapan
Sosial-Budaya Masyarakat
·
Tv Digital dan Kesiapan Masyarakat
Sebagai teknologi yang relatif baru bagi masyarakat Indonesia,
rencana migrasi teknologi dari televisi analog menjadi televisi digital
dimaksudkan untuk memunculkan beberapa pertimbangan yang patut diperhatikan,
antara lain adalah perlunya memotret kesiapan sosial masyarakat dan sejauh mana
pemahamannya atas kehadiran digitalisasi penyiaran, khususnya media televisi
yang memberikan kemudahan sekaligus ketidakpastian masa depan migrasi tv analog
ke digital.
·
Kesenjangan Sosial dan Implikasi Digitalisasi
Kelompok kecil dan pihak yang tidak memiliki kapasitas, baik
modal, teknologi, dan jaringan, seperti tv komunitas dan tv lokal akan terasing
karena ia tidak memiliki atau hanya mendapatkan sedikit keuntungan dari
industri digital tersebut.
·
Implikasi Berlipatnya Saluran
Terbatasnya alokasi frekuensi yang tersedia bagi Lembaga Penyiaran
Swasta (LPS) merupakan salah satu alasan pendorong diluncurkannya migrasi tv
analog ke tv digital.
2.
Model Usaha Penyiaran Digital
Ada 2 model bisnis siaran digital yang mampu mengembangkan sistem
penyiaran digital yang demokratis, baik secara politik maupun ekonomi. Pertama,
model bisnis lembaga penyiaran publik dan komunitas. Dalam hal ini, TVRI
menjadi multiplekser yang menyediakan frekuensi untuk televisi komunitas dan
televisi pendidikan yang lebih berorientasi kepada publik. Di sisi lain, TVRI
juga harus memberikan kesempatan dan menjadi satu-satunya lembaga siaran yang
diperkenankan siaran nasional. Iklan komersial bisa saja menjadi sumber
pendapatan utama, namun lebih penting, iklan tersebut tidak bertentangan dengan
misi lembaga penyiaran tersebut. Kedua, model bisnis lembaga penyiaran
swasta. Untuk lembaga penyiaran swasta, perlu dibedakan antara penyelenggara
multipleksing dan penyelenggara penyiaran demi menghindari conflict of
interest dan kecenderungan monopoli.
PERLINDUNGAN PUBLIK
A.
Hak Publik dalam Penyiaran
Pada prinsipnya penyiaran seharusnya mengedepankan pelayanan
terhadap publik dan bukan menguntungkan segelintir kepentingan pihak-pihak
tertentu. Layanan publik seharusnya menjadi ruang publik untuk terlibat
terhadap pemerintah sesuai dengan prinsip public domain dan public
good. Selain itu media juga menjadi perantara antara masyarakat
dengan pemerintah. Namun, penyiaran dinilai sebagai suatu kekuatan baru dalam
berpolitik dan justru melawan masyarakat sipil. Kepemilikan dari suatu media menjadi
alasan utama adanya permasalahan tersebut. Hal itu dapat dikatakan menjadi
suatu masalah karena pada akhirnya justru merugikan, seperti mendorong opini
publik kearah pemilik media tersebut.
1.
Regulasi Penyiaran
Regulasi media yang menggunakan public domain sangat
berbeda dengan media yang tidak menggunakan public domain. Di negara
demokrasi, jika suatu media menggunakan public domain, maka regulasinya
sangat ketat. Hal tersebut karena ketika seseorang atau suatu badan telah
diberi frekuensi, maka sebenarnya ia telah diberi hak “monopoli” oleh negara
untuk menggunakan frekuensi tersebut dalam kurun waktu tertentu dan berlakunya
ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersifat khusus, yaitu
undang-undang di bidang penyiaran. Terdapat 3 alasan mengapa regulasi media
yang menggunakan public domain berbeda dengan yang tidak menggunakan
public domain. Pertama karena tentunya media tersebut menggunakan public
domain. Frekuensi yang digunakan adalah milik publik yang dipinjam
sementara oleh lembaga penyiaran yang harus digunakan demi kesejahteraan dan
kemakmuran rakyat bukan untuk kepentingan individu atau kelompok. Kedua, public
domain mengandung prinsip scarcity. Scarcity theory menegaskan bahwa
frekuensi yang berasal dari spektrum gelombang radio itu adalah ranah publik
yang terbatas. Permintaan frekuensi jauh lebih banyak dari yang tersedia.
Meskipun dapat diperbanyak, tapi tetaplah terbatas. Itulah sebabnya izin
frekuensi untuk pemyiaran mempunyai masa waktu yang terbatas, yaitu 10 atau 15
tahun meskipun dapat diperpanjang. Ketiga, sifatnya yang persavif (pervasive
presence theory). Pervasive presence theory menjelaskan bahwa program
siaran media elektronik memasuki ruang pribadi, meluas dan tersebar secara
cepat ke ruang-ruang keluarga tanpa diundang.
PENGALAMAN KEBIJAKAN DIGITALISASI DI NEGARA LAIN
Kebijakan Umum Digital Terrestrial Television
(DDTV) di Eropa
Terdapat
beberapa perbedaan terkait dengan penetapan perizinan penyiran digital di
Eropa. Pertama, pendekatan yang memisahkan secara jelas antara izin isi dan
alokasi frekuensi multiplez seperti yang dilakukan oleh Inggris. Kedua,
pendekatan yang tidak memisahkan antara izin isi dan alokasi frekuensi multiplex
yang diterapkan oleh Prancis. Pada negara Italia dan Spanyol, multiplex
diberikan secara individual ke broadcaster. Berikut uraian pengaturan DDTV di Eropa yaitu:
1. Kebijakan dan
Implementasi Digital Terrestrial Television (DDTV) di Inggris
Pada November 1998 Inggris mengoperasikan DDTV.
Kebijakan tersebut dikaitkan dengan isu pemberian pelayanan penyiaran yang
lebih baik kepada masyarakat menyangkut kualitas audio-visual, variasi program,
dan jasa pelayanan multi-platform.
a. Kebijakan
switch off dan Pengoperasian Simulcast
Pada tahun 2006-2012 switch
off dimulai secara bertahap. Inggris telah menetapkan akan menerapkan switch
off secara menyeluruh jika 95% rumah tangga telah dapat mengakses siaran
digital. Hal tersebut karena kondisi wilayah yang berbeda terutama dalam hal
kesiapan teknis, logistik dan perencanaan komersial, penetapan deadline.
b. Orientasi
Kebijakan
Orientasi kebijakan bertujuan untuk memberikan
jaminan keadilan serta kualitas pelayanan publik dan pelaku bisnis sehingga
dapat menjaga demokrasi. Hal tersebut dilakukan agar terhindar dari kegiatan
monopoli bisnis penyiaran.
c. Regulator
Multiplex
Ofcom memiliki bertanggung jawab dalam pemberian
izin multiplex terutama pada tahap awal digitalisasi penyiaran
diterapkan. Tugas dan tanggung jawab Ofcom diatur dalam the communication
Act 2003, meliputi: memastikan penggunaan secara optimal spektrum
elektromagnetik, memastikan bahwa berbagai pelayanan komunikasi
elektronik-termasuk pelayanan data kecepatan tinggi di seluruh Inggris,
memastikan berbagai layanan televisi dan radio berkualitas tinggi dan memiliki
daya tarik yang luas bagi masyarakat, menjaga kemajemukan dalam penyediaan jasa
penyiaran, menerapkan perlindungan yang memadai untuk pemirsa terhadap materi
dianggap berbahaya, menerapkan perlindungan yang memadai untuk pemirsa terhadap
ketidakadilan atau pelanggaran privasi.
d. Jumlah multiplex
dan pengelola (operator) multiplex
Terdapat enam multiplex yang tersedia
yang dimiliki oleh Inggris, beberapa diantaranya yaitu public service
multiplex dan tiga commercial multiplexes. Pengelola multiplex atau
disebut juga operator multiplex untuk public services multiplexes ditunjuk
oleh pemerintah, sementara operator untuk commercial multiplexes dipilih
melalui sistem tender.
e. Kriteria
Seleksi bagi Pengelola Multiplex
Ofcom melakukan penilaian terkait; coverage
are yang dapat dijangkau, kecepatan pelayanan, kemampuan untuk memberikan
pelayanan program yang memenuhi variasi selera dan minat, serta visibilitas
perencanaan untuk menjaga kompetisi yang adil dan efektif terutama terkait
dengan penyedia program dan pelayanan jasa tambahan.
f. Izin
jangka waktu Pengelolaan Multiplex
Izin pengelolaan multiplex diberikan
selama 12 tahun dan dapat diperbaharui melalui mekanisme pengajuan proposal.
2. Kebijakan dan
Implementasi Digital Terrestrial Television (DDTV) di Perancis
a. Kebijakan
Switch Off dan Pelayanan Simulcast
Pada tahun 2010 kebijakan switch off di
Perancis terhadap analog sistem. Perancis memberlakukan pelayanan Simulcast,
yaitu broadcaster diizinkan untuk melakukan siaran dengan dua sistem
analog dan digital (DDTV) dalam masa transisi perubahan ke digital.
b. Orientasi
Kebijakan
Terdapat beberapa ketentuan penyiaran digital
yang menjadi garis besar yaitu; memberikan “saluran tambahan” agar broadcaster
yang melakukan siaran analog dapat melakukan siaran digital, private
channel diperbolehkan untuk mengontrol maksimal 5 saluran, perusahaan di
luar Uni-Eropa tidak dapat memiliki saham lebih dari 20% dalam layanan DDTV
nasional, regulator penyiaran memiliki kewenangan untuk penambahan saluran free
to air dan saluran berbayar.
c. Regulator
Multiplex
Conseil
Superieur de I’Audiovisuel (CSA) merupakan lembaga independen yang bertanggung
jawab untuk memastikan kualitas dan keberagaman program dalam penyiaran,
pengembangan produksi televisi nasional, menciptakan dan mempertahankan serta
mempromosikan kebudayaan Perancis melalui sistem penyiaran digital.
Mantttullll
BalasHapussangat bermanfaat 👍
BalasHapus